MAKALAH
TQM DAN MBO DALAM
MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDKAN
Oleh Eva Hartati
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tumbuh kembang suatu
negara sangat tergantung pada peningkatan sumber daya manusianya. Negara yang
memilIki sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu menjadi negara yang
dapat berkembang dan mengalami kemajuan
yang luar biasa. Salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia yang
dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan kerangka dasar
pembentuk sumber daya manusia dan watak
bangsa (nation character building) untuk kemajuan masyarakat negara tersebut.
Pendidikan yang berkualitas harus
memiliki mutu lulusan yang baik, karenanya sekolah-sekolah sebagai lembaga
pendidikan harus memiliki kemampuan menghasilkan lulusan yang berkualitas agar
dapat membangun negara secara lebih baik dan mencapai kemajuan yang diharapkan.
Dewasa ini upaya
peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak dan pendekatan.
Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran
pembangunan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan
kualitas manusia Indonesia menyeluruh.
Pendidikan yang
berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan
permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Karenanya
kualitas atau mutu pendidikan merupakan kemampuan lembaga dan sistem pendidikan
dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang
sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses yang efektif.
Pendidikan di
Indonesia, saat ini dihadapkan dengan berbagai masalah pendidikan antara lain ;
tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena
semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Adanya perubahan dalam
paradigma masyarakat mengenai norma, menipisnya kesadaran etika keguruan, semakin
banyaknya kenakalan remaja mulai tingkat dasar hingga mahasiswa, dan banyak
lagi permasalahan pendidikan yang memperlemah mutu pendidikan. Dan permasalahan
yang membelit ini menjadi satu tantangan besar bagi dunia pendidikan untuk
dapat memperbaiki kondisi menjadi lebih baik dan berkarakter. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan guna mengantisifasi perubahan-perubahan yang begitu cepat
serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, maka tidak ada jalan lain bagi
pemerintah untuk ikut membangun kebijakan yang efektif bagi dunia pendidikan
sehingga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas yang dapat
bersaing dalam dunia kerja dan memiliki
karakter yang baik serta memiliki nilai
kompetitif di dunia internasional.
Selain melalui
kebijakan efektif pemerintah, upaya peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan
dengan meningkatkan mutu layanan pendidikan pada tingkat sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi dengan cara kebijakan managerial yakni menerapkan menejemen
mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM).
Total Quality
Management (TQM) sebenarnya berasal dari dunia bisnis dan khusunya dalam dunia
perusahaan. oleh karena itu untuk memahami TQM harus merujuk pada dunia
asalnya. Hal ini bukan berarti bahwa metode bisnis lebih unggul dari praktek
pendidikan, atau bahwa dunia pendidikan dapat lebih ditingkatkan dengan
mengadopsi istilah dari dunia bisnis. Penerapan TQM pada dunia pendidikan
semata-mata menginginkan sebuah perubahan pada peningkatan mutu pendidikan,
terutama pada mutu layanan pendidikan, karena muncul asumsi bahwa jika terjadi
peningkatan pada mutu layanan pendidikan, maka akan dapat menghasilkan out put
pendidikan yang berkualitas dan akan melahirkan tingkat kepuasan bagi pelanggan
yang cukup signifikan , dalam hal ini kepuasan pengguna jasa pendidikan. TQM
dalam dunia pendidikan kemudian lebih dikenal dengan Total Quality Education
(TQE). Upaya lain yang dapat menunjang tercapainya peningkatan mutu atau kualitas pendidikan yang baik
adalah dengan menerapkan Management by Objective (MBO) atau menejemen berbasis
sasaran. Sehingga pendidikan sebagai dasar pembangunan sumber daya manusia
dapat memberikan sumbangan besar bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan
bangsa.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari latar belakang diatas, maka
dapat diidentifikasi maslah sebagai berikut:
1.
Apakah kualitas pendidikan itu?
2.
Bagaimana upaya meningkatkan kualitas
pendidikan?
3.
Faktor-faktor apa sajakan yang
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan?
4.
Apakah Total Quality Management dapat
meningkatkan kualitas pendidikan?
5.
Apakah Total Quality Education itu?
6.
Bagaimana Management by Objective bisa
meningkatkan kualitas pendidikan?
C.
Pembatasan
Masalah
Dari identifikasi masalah diatas
maka pada makalah ini masalah dibatasi pada peningkatan kualitas pendidikan
melalui Total Quality Management (TQM) dan Management by Objective (MBO) atau menejemen berdasarkan sasaran.
D.
Perumusan
Masalah
Masalah dalam makalah ini
dirumuskan sebagai berikut :
Apakah Total Quality Management
(TQM) dan Management by Objective (MBO) dapat meningkatkan kualitas pendidikan?
E.
Kegunaan
penulisan makalah
Kegunakan
makalah yang ditulis ini adalah untuk :
1. Pengembangan
wawasan mahasiswa tentang Total Quality Management(TQM) dan Management by
Objective (MBO)
2. Bahan
kajian pada Mata kuliah Menejemen Pendidikan
3. Memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Menejemen Pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Total
Quality Management (TQM)
Pengertian
TQM
Total Quality
Management merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui penemuan
partisipasi karyawan.(http://guruidman.blogspot.com)
disini TQM merupakan mekanisme formal yang dilembagakan, yang bertujuan
memecahkan persoalan dengan menekankan pada partisipasi dan kreativitas antar
karyawan dalam sebuah organisasi.
Manajemen Mutu Terpadu yang
diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan
Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan
Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis,
dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan
kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mengendalikan mutu.
TQM merupakan system
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. (Santosa,
1992)
TQM merupakan usaha
terintegrasi total untuk mendapatkan manfaat kompetitif secara terus menerus
memperbaiki budaya organisasional (Tobing 1990, dalam Andie, 2010).
Kovel Jarboe, Sherr
& Gregory mengemukakan bahwa TQM adalah suatu filoshofi komprehensif
tentang kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan
berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu, produktifitas
dan mengurangi pembiayaan. (Coonie & Pudjosumedi, 2013;140) pada pengertian
ini TQM tidak hanya mementingkan produk atau hasil tetapi lebih mementingkan
pada proses. Sebuah produk atau hasil yang berkualitas merupakan hasil dari
sebuah proses yang juga berkualitas. Karena itu proses menjadi penting guna
memenuhi standar produk yang berkualitas.
Pengertian lain
dikemukakan oleh Drs. M.N.Nasution, M.Sc, A.P.U. bahwa Total Quality Management
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga
kerja, dan lingkungannya. (http://ichwanfile.wordpress.com)
Mutu dalam kamus besar Bahasa
Indonesia adalah baik dan buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat misalnya
kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas, 2001: 768). Secara umum Mutu
atau kualitas adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang
diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7). Sekolah sebagai lembaga
pendidikan harus mampu memberikan mutu layanan yang berkualitas yang sesuai
atau bahkan melebihi harapan pelanggan, ada 4 dimensi mutu layanan dalam
pendidikan menurut Connie dan Pudjosumedi (2013,h.202) yaitu :
1.
Dimensi Mutu Hasil Belajar : dapat dipandang sebagai
dimensi keluaran atau output;
2.
Dimensi Mutu Pembelajaran : dipandang sebagai dimensi
proses;
3.
Dimensi Pengelolaan : dipandang sebagai dimensi
proses;
4.
Dimensi Materi pembelajaran merupakan dimensi
masukan/input.
Mutu
pendidika dapat dilihat dalam dua hal, yaini mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen
pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Factor-faktor dalam
proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodelogi, sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana serta sumber daya lainnya
serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks
hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah dalam konteks
hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah pada kurun waktu
tertentu. Kualitas pendidikan harus direncakan sedemikain rupa oleh karena itu
perlu manajemen yang baik sehingga mutu dapat melampai harapan pelanggan.
Sejarah TQM
Evolusi gerakan total quality
management (TQM) dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh bapak manajemen
ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920, dengan mengangkat aspek yang paling
fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu adanya pemisahan antara perencanaan
dan pelaksanaan.
TQM semula berasal dari Amerika
Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di jepang dan kemudian berkembang
ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan
analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta
tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.
Soewarso Hardjosoedarmo
mengungkapkan; hingga kini masih banyak pembahasan tentang sejarah TQM yang
hanya satu dimensional. Dalam hal ini banyak pembahasan yang hanya
mengungkapkan pengalaman di Jepang pada awal-awal tahun sesudah PD II, di mana
para guru bidang kualitas, Edwards Deming dan Joseph Juran mengajarkan teorinya
guna membangun kembali industri Jepang, yang telah hancur. Ajaran tersebut
disampaikan kepada perusahaan-perusahaan manufaktur Jepang. Ajaran para guru
kualitas tersebut dapat dipandang sebagai landasan atau basic TQM.
Landasan TQM adalah statistical
process control (SPC) yang merupakan model manajemen manufactur, yang
pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph Juran sesudah PD II
guna membantu bangsa Jepang membangun kembali infrastruktur negaranya. Ajaran
Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian dinamakan TQM oleh US
Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa TQM terus mengalami evolusi, menjadi
semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufactur,
industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Oleh karen itu mengikuti ajaran
Deming, Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan TQM memang perlu,
tetapi belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi, maka untuk menghayati
state-of-the-art TQM perlu diketahui juga kontribusi bidang manajemen dan
organizational effectiveness dalam membangun TQM sebagai dimensi yang lain.
Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut
sebagai akar TQM, antara lain terdiri dari group dynamics, organization
development (OD), sosiotechnical system dan lain-lain. TQM yang dikenal
sekarang ini banyak berbeda tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang
pada tahun 1950-an dan yang pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun 1980-an.
Penerapan TQM di berbagai bidang membutuhkan kerangka sendiri dalam manajemen
kualitas.
Karakteristik
TQM
Coonie dan PUdjosumedi
(2013:142) menjelaskan karakteristik TQM adalah sebagai berikut :
1. Selalu
fokus pada pelanggan. Pelanggan yang dimaksud adalah bukan hanya pihak luar
yang merupakan pembeli jasa atau produk dari organisasi tetapi juga pelanggan
internal, yaitu orang yang berinteraksi pada layanan satu dengan layanan yang
lain dalam organisasi.
2. Perhatian
pada kegiatan pengembangan secara berkelanjutan. TQM memiliki komitmen untuk
tidak pernah puas dengan suatu kualitas. Kualitas yang diinginkan bukan
hanya”baik” tetapi harus “sangat baik”. Organisasi memiliki filosifi bahwa
kualitas selalu dapat dikembangkan.
3. Focus
pada proses. TQM memfokuskan pada proses kerja untuk menghasilkan barang dan jasa
sehingga selalu harus dilakukan pengembangan secara berkelanjutan.
4. Pengembangan
mutu pada keseluruhan organisasi. TQM menggunakan definisi mutu yang sangat
luas. Tidak hanya berkaitan dengan produk dan layanan akhir, tetapi juga
bagaimana organisasi melakukan proses pengiriman, banyaknya komplain, dan
bagaimana menangani komplain dengan sopan.
5. Pengukuran
yang akurat. TQM mengunakan teknik statistic untuk mengukur setiap variable
penting dalam kegiatan organisasi. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
membandingkan dengan standar yang berbeda atau melalui kegiatan benchmark untuk
mengidentifikasi masalah, menelusuri akar masalah, dan menghilangkan penyebab
dari masalah tersebut.
6. Pemeberdayaan
sumber daya manusia. TQM menempatkan manusia sebagai sesuatu yang harus
dikembangkan dalam kaitan untuk menemukan dan menyelesaikan masalah dalam organisasi.
Ruslan Fariadi dalam tulisannya “total Quality
Management dan implentasinya dalam bidang pendidkan “, mengutip Goetsch dan Davis mengungkapkan
sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:
1. Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM,
baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan
eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka,
sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia,
proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas
Dalam
organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan
eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi
untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan
ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain
pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data
diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau
prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen jangka Panjang
TQM
merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya
perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat
penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan
dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork)
Dalam
organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin
dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga
pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara
Berkesinambungan
Setiap poduk
atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu
sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki
secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Dalam
organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang
fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang
tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang
dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian
profesionalnya.
8. Kebebasan Yang Terkendali
Dalam TQM,
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan
unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab
karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena
pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul
karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana
dan terlaksana dengan baik.
9. Kesatuan Tujuan
Agar TQM
dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan.
Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal
ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara
pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan
dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM.
Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka
dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti. (http://aaden.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html)
Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM.
Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus
mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Program
TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada
kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses
dan produk.
2. Program
TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan,
mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
3. Progran
TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang
disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan
tujuan bersama menjadi kenyataan.
4. Program
TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan,
dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi. (http://ichwanfile.wrdpress.com)
Lebih lanjut Bill Creech (1996), menyatakan bahwa
prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem
yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Kelima pilar tersebut saling mendukung,
tidak berdiri sendiri sendiri atau terpisah, Produk adalah titik pusat untuk
tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa
mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi
yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang
memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi
semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan
kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang
dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukunya yang berjudul
Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang
berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu,
diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada
empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1)
Kepuasan pelanggan.
2) Respek terhadap setiap orang.
3) Manajemen berdasarkan fakta.
4) Perbaikan berkesinambungan
2) Respek terhadap setiap orang.
3) Manajemen berdasarkan fakta.
4) Perbaikan berkesinambungan
Manfaat
Program TQM
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh ketika sebuah
lembaga pendidikan menjalankan program dengan TQM, manfaat tersebut dapat
dilihat antara lain :
1.
TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi,
maupun bagi staf organisasi.
v Manfaat TQM
bagi pelanggan adalah:
1)
Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
v Manfaat TQM
bagi institusi adalah:
1)
Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2) Staf lebih termotivasi
3) Produktifitas meningkat
4) Biaya turun
5) Produk cacat berkurang
6) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
2) Staf lebih termotivasi
3) Produktifitas meningkat
4) Biaya turun
5) Produk cacat berkurang
6) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
v Manfaat TQM
bagi staf Organisasi adalah:
1)
Pemberdayaan
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
2. Manfaat lain dari implementasi
TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang
adalah:
1) Membuat
institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut (follower)
2) Membantu terciptanya
tim work
3) Membuat
institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4) Membuat
institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5) Hubungan
antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Persyaratan
Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan
yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1)
Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2) Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3) Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4) Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5) Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6) Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7) Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8) Merencanakan mutasi program TQM.
2) Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3) Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4) Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5) Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6) Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7) Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8) Merencanakan mutasi program TQM.
B.
Total Quality Management (TQM) dalam Pendidikan
TQM pada
mulanya diterapkan pada dunia bisnis namun kemudian juga digunkan dalam dunia
pendidikan. Penerapan TQM dalam dunia pendidikan adalah hal yang baik dan TQM dalam
dunia pendidikan sering diistilahkan dengan Total Quality Education (TQE).
Secara filosofi, konsep TQM menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap
perbaikan dan berkelanjutan sehingga proses menjadi hal yang juga penting
selain produk.
Dasar
pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat
bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas
terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan
berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara
terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara
berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Dunia
pendidikan sebagai dunia layanan jasa, menuntut pelayanan prima terhadap pelanggan,
oleh karenanya tuntutan inovasi secara terus menerus menjadi hal yang perlu
selalu dilakukan. Pelanggan dalam hal ini adalah : 1) pelanggan internal
seperti guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi. 2)
pelanggan eksternal yang terdiri atas : pelanggan primer yakni siswa dan
pelanggan sekunder yakni orang tua, pemerintah dan masyarakat, serta pelanggan
tertier yakni pemakai/penerima lulusan baik di perguruan tinggi maupun dunia
usaha.
Isntitusi
pendidikan sebagai isntitusi jasa dalam menerapkan TQM harus menjamin kualitas
atau mutu. Mutu sebagai produk institusi pendidikan didasarkan pada tuntutan
kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa, dan ini dibedakan menjadi dua. Pertama
mutu yang sesungguhnya (quality in fact) yaitu mutu lulusan inatitusi
pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan berdasarkan
kemampuan dasar dan kemampuan akademik. Kedua, mutu persepsi (quality in
perception) yaitu mutu berdasarkan kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan
external terhadap institusi pendidikan.
Kualitas
dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai
oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah setiap semester, akhir
tahun, 2 tahun atau 5 tahun bahkan 10 tahun) dapat berupa hasil tes kemampuan akademik
misalnya hasil UN. Kualitas bagi penyedia jasa pendidikan merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungn yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas bagi pendidikan mengacu
pada proses pendidikan dan hasil pendidikan, dalam konteks proses, pendidikan
yang berkualitas terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitf, afektif
dan psikomotor), metodologi ( cara/strategi mengajar guru), dukungan
administrasi dan sarana sekolah dan sumber daya serta penciptaan suasana yg
kondusif. Dengan adanya management sekolah,
dukungan kelas berfungsi mengsinkronkan berbagai input tersebut atau
mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar.
Pendidikan
yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilakan lulusan yang
berkualitas, yaitu lulusan yang memiliki prestasi akademik dan non akademik
yang mampu menjadi pelopor pembaharuan dan perubahan sehingga mampu menjawab
berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang
maupun masa yang akan datang.
Berdasarkan
ideal diatas Yohanes dkk, 2012 dalam tulisannya menyebutkan bahwa prinsip Mutu
Total Pendidikan (TQE) adalah sebagai berikut :
a. Komitmen
manageman total. Pada bagian ini langkah yang diperhatikan adalah menentukan
apa yang diharapkan oleh pelanggan, lalu menjelaskan dan mencatat setiap
kebutuhan ke dalam critera operasi bagi setiap orang yang terkena dampak.
b. Selalu
mengutamakan pelanggan. Untuk setiap kelas digunakan gambar
lintasan kritis untuk mengindikasikan aktivitas dan sasaran penampilan bagi
harapan pelanggan internal dan eksternal. Harapan tersebut harus diajarkan
kepada semua personel mengenai gambar lintasan kritis. Tiap orang yang terlibat
yaitu orang tua, murid, guru dan pembantu sekolah, harus memenuhi 100% dari
harapan.
c. Komitmen tim
kerja, artinya tiap orang akan mengetahui apa, bagaimana,kapan, siapa dan
dimana pengukuran, pencatatan dilakukan.
d. Komitmen
terhadap kepemimpinan dan management diri, yang termasuk dalam prinsip ini
adalah mengumpulkan dan membagikan serta menunjukkan hasil ukuran yang
menunjukkan trend dalam penampilan.
e. Komitmen
terhadap peningkatan yang berkesinambungan, hal ini dapat dicapai melalui
pelibatan mereka yang dapat membantu mengidentifikasi masalah dan menjadi
bagian dari solusi ke dalam anggota tim.
f. Komitmen
terhadap keyakinan pada potensi individu dan tim, untuk mencapai prinsip ini
maka dilakukan audit sebgai tindak lanjut untuk menjamin penerapan solusi yang
benar. Audit harus memverifikasi efektivitas dari solusi dan dokumen yang
masalahnya telah dipecahkan.
g. Komitmen
terhadap mutu, yakni komitmen mutu menjadi perhatian pemimpin yang harus
memandang semua kegiatan, bukan hanya mereka yang mempunyai masalah mutu,
sehingga system menerima perhatian dan usaha yang tetap.
Hamka dalam
tulisannya “TQM dalam dunia pendidikan” menuliskan lima hal pokok yang perlu
diperhatikan institusi pendidikan dalam mengimplemntasikan TQM dan TQE, yaitu :
1.
Perbaikan secara terus menerus (Continuous
improvement)
Pengelola institusi atau lembaga pendidikan dituntut
untuk terus melakukan perbaikan dan inovasi bagi lembaganya sehingga dapat
menjamin standat mutu sesuai dengan yang ditetapkan. Perbaikan dan inovasi yang
dilakukan tidak hanya berpokus pada perbaikan produk tetapi perbaikan pada
proses, karena melalui proses yang berkualitas akan menghasilkan produk yang
berkualitas.
2.
Standar mutu (Quality assurance)
Standat mutu yang dimaksud adalah standar mutu dari
komponen yang bekerja dalam proses transformasi lulusan institusi. Standar mutu
tersebut berupa kepemilikan kemmapuan dasar sesuai bidang pembelajaran dan
jenjang yang ditempuh. Pihak sekolah atau menegemen sekolah harus menetapkan
standar prose pembeljaran dengan standar penilaian sesuai materi kurikulum.
Sebagai contoh penetapan KKM padasetiap mata pelajaran untuk memudahakan
evaluasi.
3.
Perubahan kultur (Change Culture)
Peningkatan mutu sebagai sasaran harus diinginkan oleh
semua komponen organisasi. Sehingga perlu membangun kultur yang baik dalam
menjalankan menejemen organisasi. Pembentukan budaya organisasi yang kuat akan
mampu membentuk suasana yang nyaman guna mendorong pembentukan kualitas bekerja
yang professional. Dalam kultur TQM peranan menejer dalam institusi pendidikan
memberikan dukungan kepada para staff, guru dan semua komponen sekolah untuk
dapat membrikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan.
4.
Perubahan organisasi (Upside-down organization)
Jika visi
dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan,
maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi
ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur
organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dan kepegawaian dalam
organisasi, yang menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung
jawab.
5.
Mempertahankan Hubungan
Dengan Pelanggan (Keeping Close To The Customer)
Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan
pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi
sangat penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit Public Relation.
TQE dapat
dipahami sebagai management mutu total pendidikan, seperti halnya pada produksi
mutu total yang berarti mutu total produksi. Mutu total pendidikan (TQE) di
dalam konsep ini berarti keadaan dimana setiap orang merasa terkait untuk
memenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan pendidikan.
Pada dasarsnya upaya peningkatan mutu pendidikan telah
lama diangkat oleh pemerintah sebagai salah satu kebijaksanaan pembangunan
pendidikan, dengan membuat empat kebijakan strategis yang terdiri atas
perluasan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Strategi yang dikembangkan dalam
penggunaan menejemen terpadu dalam dunia pendidikan antara lain adalah :
institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan
kata lain menjadi industry jasa, institusi ini memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer). Jasa atau
pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang
bermutu dan memberikan kepuasan kepada mereka. Maka pada saat itulah dibutuhkan
suatu system management yang mampu memberdayakan institusi agar lebih bermutu.
Penerapan TQM dalam pendidikan tidak
serta merta mudah dilaksanakan, tetapi membutuhkan waktu. TQM seperti yang
diuraikan diatas membutuhkan perbaikan pada proses yang secara kontinyu
dilakukan sehingga TQM merupakan peubahan budaya, yang perlu mendapat dukungan
dari semua komponen organisasi. Membangun kualitas atau mutu pendidikan
dibutuhkan kepercayaan, niat yang baik dan kerja keras dari semua pihak, jika
semua dapat dilakukan berarti satu langkah inovasi telah dimulai untuk
perubahan yang lebih baik.
C. Management by Objective (MBO)
Manajemen sesuai objektif (MBO) adalah suatu proses persetujuan
terhadap objektif di dalam satu
organisasi sehingga manajemen dan karyawan menyetujui
objektif ini dan memahami apa posisi mereka di dalam organisasi tersebut.(http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen)
Menurut
Drucker, manajemen by ojectives berbeda dengan manajemen by drives
(dorongan ). Manajemen by drives digunakan uuntuk menggambarkan
tanggapan-tanggapan organisasi terhadap berbagau tekanan keuangan atau pasar
baru dengan “dorongan ekonomi” atau “dorongan produksi”. Dalam praktek, hal ini
menghasilkan ketidak-efisienan yang lebih besar dan meningkatnya
ketidak-puasan.
Dalam MBO perencanaan efektif tergantung pada penentuan
tujuan setiap manajer yang diterapkan terutama sebagai fungsinya dalam
organisasi. Setiap tujuan manajer juga harus menyumbang kepada tujuan manajemen
yang lebih tinggi dan perusahaan sebagai keseluruhan.
Drucker mengemukakan setiap manajer harus menetapkan
tujuan-tujuan mereka sendiri atau paling tidak ikut dalam proses penetapan
tujuan. Para manajer setiap tingkatan seharusnya berpartisipasi dalam penetapan
tujuan pada tingkat lebih tinggi. Dengan cara ini, para manajer akan memahami
lebih baik tujuan-tujuan perusahaan yang lebih luas dan hubungan tujuan khusus
mereka sendiri dengan gambaran perusahaan keseluruhan.
Menurut Drucker, hubungan antara setiap tujuan individual
dengan tujuan umum adalah sangat penting, karena vmaksud utama penerapan MBO
adalah untuk mencapai efesiensi operasi seluruh organisasi melalui operasi
melalui operasi yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
Sukses penerapan MBO terutama didasarkan atas dua hipotesa.
Pertama, bila seseorang melekat secara kuat pada suatu tujuan, dia akan
bersedia mengeluarkan usaha lebih untuk meraihnya disbanding bila seserang
tidak merasa terikat. Hipotesa kedua adalah bahwa kapan saja seseorang
memperkirakan sesuatu akan terjadi, dia akan melakukan apa saja untuk
membuatnya terjadi. Hipotesa-hipotesa ini menjelaskan mengapa metoda MBO
mempunyai sukses dalam praktek manajemen. Beberapa teori motivasi dan
kepemimpinan, seperti kebutuhan aktualisasi diri Maslow, Teori Y Mc Gregor,
factor-faktor motivasi Herzberg, dan kebutuhan berprestasi Mc Clelland, juga
mendasari sukses penerapan MBO.
MBO juga didasarkan konsep bahwa orang
lebih menyukai dinilai menurut criteria realistic yang mereka terima dan
standar yang mereka pandang dapat dicapai. Atas dasar metoda ini, orang-orang
berpartisipasi dalam penentuan tujuan dan identifikasi criteria yang digunakan untuk
menilai mereka. Berbagai tujuan dapat diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif (
seperti volume produksi atau penjualan, biaya atau laba ), sedangkan
tujuan-tujuan lain dinilai secara kualitatif (seperti hubungan langganan,
rencana permasaran, atau pengembangan karyawan) (http://herlianto89felix.blogspot.com/2010/10/)
Stephen P.
Robbins dalam perilaku Organisasi : MBO menekankan pada penetapan sasaran
secara partisifatif yang berwujud dapat diperiksa kebenarannya, dan dapat
diukur, atau dapat juga dikatakan MBO ini merupakan program yang mencakup
sasaran yang khas yang ditentukan secara partisipatif untuk ukuran waktu
tertentu yang eksplisit dengan umpan balik mengenai kemajuan-kemajuan sasaran
(bahan kuliah abdul madjid).
Management by Objective ( MBO ) digagas
pertama kali oleh Peter F.Drucker yang merupakan profesor, praktisi konsultan
manajemen dari Claremont Graduate University atau sekarang dikenal dengan nama
Peter F.Drucker and Masatoshi Uto Graduate School of Management. MBO digagas
pada tahun 1954, dengan tujuan agar para perusahaan dapat berjalan baik harus
menetapkan sasaran yang jelas dan secara terpadu agar goal atau tujuan dapat
tercapai secara efektif. MBO mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen
untuk partisipasi dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Dalam pelaksanaan MBO ini harus ada kesepakatan antara karyawan dan pimpinan,
agar mereka melaksanakan dan memiliki komitmen yang sama, yaitu :
• Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan.
• Perencanaan yang akan dilakukan setiap divisi, untuk mendukung tujuan bersama.
• Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan.
• Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
• Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan.
• Perencanaan yang akan dilakukan setiap divisi, untuk mendukung tujuan bersama.
• Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan.
• Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
Connie dan pudjosumedi (2013,h153)
menyatakan bahwa Managemen by objective (MBO) adalah suatu cara di dalam
mencapai sasaran hasil maupun merencanakan program melibatkan semua pihak
(stakeholders) pada lembaga yang berangkutan.
Untuk mencapai keberhasilan dalam MBO, dibutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak internal di perusahaan.Pimpinan dan karyawan di dalam perusahaan harus memiliki kesepakatan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik, dimana dicapai melalui proses perencanaan dan implementasi, serta melalui pengawasan bersama dan terintegrasi.
Untuk mencapai keberhasilan dalam MBO, dibutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak internal di perusahaan.Pimpinan dan karyawan di dalam perusahaan harus memiliki kesepakatan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik, dimana dicapai melalui proses perencanaan dan implementasi, serta melalui pengawasan bersama dan terintegrasi.
Unsur-unsur MBO
unsur-unsur
umum yang selalu ada dalam berbagai system MBO yang efektif:
1. Komitmen pada program
Program MBO yang efektif
mensyaratkan komitmen para manajer di setiap tingkatan organisasi terhadap
pencapaian tujuan-tujuan pribadi dan organisasi, sertaproses MBO. Banyak waktu
dan energy diperlukan untuk mengimplementasikan program MBO dengan sukses.
Manajer pertama kali harus bertemu dengan bawahan untuk menetapkan tujuan dan
kemudian untuk menilai kemajuan berdasarkan tujuan dan kemudian untuk menilai
kemajuan berdasarkan tujuan tersebut.
2. Penetapan tujuan manajemen puncak
Program-program perencanaan efektif
biasanya mulai dengan para manajer puncak, yang menetapakan tujuan-tujuan
pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi lainnya.
Tujuan harus dinyatakan dalam bentuk atau dengan istilah tertentu yang dapat
diukur, misal “menaikkan penjualan sebesar 5% kuartal yang akan datang”, “tidak
ada kenaikan biaya overhead tahun ini”, dan sebagainya. Dengan cara ini manajer
dan bawahan akan mempunyai gagasan yang jelas tentang apa yang diharapkan
manajemen puncak untuk dicapai dan merekadapat melihat hubungan langsung
kerjamereka dengan pencapaian tujuan organisasi.
3. Tujuan-tujuan perseorangan
Dalam suatu program MBO
efektif,setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan tujuan jabatan
mereka secara jelas. Maksud penetapan tujuan pada setiap tingkatan adalah untuk
membantu para karyawan memahami secara jelas apa yang diharapkan agar tercapai.
Ini membantu setiap individu merencanakan secara efektif untuk mencapai
tujuannya yang ditetapkan sendiri.
Tujuan sendiri individu harus
ditetapkan dengan konsultasi anta individu dan atasannya. Konsultasi bersama
ini akan membantu manajer mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih realistic dan
membantu bawahan memperluas pandangan mereka tentang tujuan yang lebih tinggi.
4. Partisipasi
Derajat partisipasi bawahan dalam
penentapan tujuan dapat sangat bervariasi. Pada satu sisi ekstrim, bawahan
mungkin berpartisipasi hanya dengan kehadirannya ketika tujuan ditetapkan oleh
manajemen. Pada sisi ekstrim lain, bawahan mungkin sangat bebas untuk
menetapkan tujuan mereka sendiri dan metoda pencapaiannya. Kedua ekstrim ini
cenderung tidak efektif. Manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa
pengetahuan penuh tentang batasan-batasan dalam praktek dimana bawahan harus beroperasi;
bawahan mungkin memilih tujuan yang tidak konsisten dengan tujuan organisasi.
Sebagai pedoman umum, semakin besar kemungkinan tujuan akan tercapai.
5. Otonomi dalam implemantasi rencana
Setelah tujuan ditetapkan dan
disetujui, individu mempunyai keleluasan dalam pemilihan peralatan untuk
pencapaian tujuan. Dangan batasan-batasan normal kebijaksanaan organisasi,
manajer harus bebas untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program-program
pencapaian tujuan-tujuan mereka tanpa campur tangan atasannya langsung. Aspek
program MBO ini secara khusus dihargaioleh manajer.
6. Peninjauan kembali prestasi
Manajer dan bawahan secara periodek
bertemu untuk meninjau kembali kemajuan terhadap tujuan. Selama peninjauan
kembali, merela memutuskan apakah ada masalah-masalah dan bila ada, apa yang
dapat kerjakan untuk memecahkannya. Bila diperlukan, tujuan juga dapat dirubah.
Proses MBO
1.
Atasan
dan bawahan berdiskusi dan membicarakan tanggung jawab penting jabatan atasan
2.
Atasan
dan bawahan berdiskusi dan mencapai persetujuan tentang komponen-komponen kunci
efektifitas jabatan bawahan
3.
Atasan
dan bawahan menyetujui tujuan-tujuan pelaksanaan tertentu yang dapat diukur
untuk bawahan
4.
Atasan dan bawahan bertemu secara periodic
untuk bersama-sama mengevaluasi kemajuan bawahan
5.
Atasan
dan bawahan bertemu untuk meninjau kembali tingkat prestasi bawahan keseluruhan
(peninjauan kembali tahunan atau setengah tahunan), kembali ke (1)
Tahapan-tahapan
MBO
Dalam
pelaksanaan MBO, di butuhkan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
·
Tahap Persiapan, dimana menyiapkan
dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan.
·
Tahap Penyusunan, dimana menjabarkan
tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya
terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh perusahaan.
Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah
atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
·
Tahap Pelaksanaan, dimana pelaksanaan
seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti
pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi.
·
Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi
dan Penyesuaian, dimana bertujuan tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang
dalam rencana stratejik ( Renstra ) melalui kegiatan keseluruhan dalam
perusahaan.
Prinsip-prinsip
MBO
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
dalam penerapan MBO yaitu :
1)
Menetapkan tujuan organisasi
2)
Tujuan spesipik untuk setiap anggota
3)
Partisipatif dalam pengambilan keputusan
4)
Jangka waktu yang jelas dan tegas
Tujuan
MBO
Tujuan penerapan MBO adalah sebagai
berikut :
1. Menciptakan
sinergi mulai dari struktur organisasi terbawah hingga teratas untuk mencapai
target perusahaan. (Company Strategic Goal). Mekanisme penetapan objective dan
Goal melalui persetujuan apparaiser secara bertingkat dari struktur bawahan
sampai atas.
2. Memperbesar
tingkat validitas penilaian, yang akan meminimalkan bias penilaian dan
meningkatkan fairness (rasa keadilan)
3. Monitoring
kinerja individu menjadi lebih efektiv
4. Kontribusi
individu terhadap pencapaian target dalam suatu bagian lebih terukur, sehingga
perencanaan pengembangan SDM lebih detail, akurat, dan spesipik.
5. Meningkatkan
kepercayaan karyawan terhadap Management
6. Memberikan
kejelasan jenjang karir & kompetisi antar karyawan untuk menjadi yang
terbaik
7. Meningkatkan
produktifitas pekerja
8. Meningkatkan
kinerja organisasi perusahaan
9. Meningkatkan
daya saing perusahaan
10. Meningkatkan
profit margin perusahaan
11. Alat
yang efektif untuk melakukan Revolusi (perubahan dengan relative cepat dan
memaksa) Struktural, menatal dan Budaya kerja karyawan.
Apa yang menjadi tujuan
manajemen, keadaan MBO bergantung pada definisi setiap karyawan untuk
membandingkan secara langsung dengan kinerja mereka terhadap tujuan yang telah
ditetapkan. Karyawan menerima masukan yang kuat untuk mengidentifikasi tujuan
mereka, waktu untuk menyelesaikan tugas dengan tepat dan lain-lain. Penilaian
kinerja diukur dengan: efisiensi, efektivitas, kemanfaatan program dan
keberlanjutan program atau kegiatan.
Karyawan dapat menyususn rencana kerja sesuai dengan tujuan yang telah mereka tetapkan, dalam penyusunan rencana, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
Karyawan dapat menyususn rencana kerja sesuai dengan tujuan yang telah mereka tetapkan, dalam penyusunan rencana, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
·
Apa yang akan di kerjakan ? ( What ),
tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan agar tercapainya sasaran.
·
Dimana kegiatan akan dilakukan ? ( Where
), perlu dipertimbangkan tempat pelaksanaan kegiatan yang dapat mendukung
kegiatan perencanaan tersebut.
·
Kapan waktu yang tepat untuk
melaksanakannya ? ( When ), dimana kemampuan untuk mengatur, memilih dan
memanfaatkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana dan eksekusi rencana
tersebut.
·
Bagaimana, rencana tersebut dilaksanakan
? ( How ), dengan metoda apa pelaksanaan rencana ini akan di eksekusi.
·
Siapa yang menjadi sasaran ? ( Who ),
menentukan siapa sasaran dan siapa orang yang berkompeten untuk melaksanakan
rencana tersebut.
·
Mengapa ini dilakukan ? ( Why ),
merupakan jawaban dari seluruh pertanyaan What, Where, When, How dan Who.
Berusaha melihat, apakah rencana-rencana tersbut apakah memiliki kelemahan.
Penerapan Manajemen by Objective memiliki
keuntungan antara lain :
1. Program
MBO terus menekankan apa yang harus dilakukan dala suatu oraganisasi, untuk
mencapai tujuan organisasi
2. Proses
MBO mengamankan komitmen karyawan untuk mencapai tujuan organisasi
3. Motivasi
melibatkan karyawan dalam proses penetapan tujuan seluruh karyawan dan
meningkatkan pemberdayaan meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan komitmen
4. Komunikasi
yang lebih baik dan koordinasi sering melakukan ulasan antara atasan dan
bawahan untuk membantu manjaga hubungan harmonis dalam perusahaan juga
memecahkan masalah yang dihadapi selama periode tersebut.
Penerapan MBO juga memiliki kekuatan dan
kelemahan antara lain :
Connie danPudjosumedi (2013;h.155) menyatakan
kekuatan dari Manajemen by Objective adalah sebagai berikut :
1. MBO
melakukan integrasi fungsi perencanaan dan pengawasan kedalam suatu system yang
rasional dalam manajemen.
2. MBO
mendorong organisasi untuk menentukan tujuan tingkatan atas hingga tingkatan
bawah dari manajemen.
3. MBO
memfokuskan pada hasil akhir
4. MBO
mendorong adanya manajemen diri dan komitmen dari setiap orang melalui
partisipasi pada setiap tingkatan manajemen dalam penentuan tujuan
5. Memperbaiki
komunikasi antara manajer dan bawahan
6. Membuat
para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tugas masing-masing dan tujuan
organisasi
7. Pengawasan
lebih efektif berkembang
Adapun kelemahan dari Managemen by
Objective adalah :
1. Tidak
mudah menenamkan tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi kepada bawahan
untuk mempelajari penggunaan teknik MBO secara tepat
2. Tidak
mudah mentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk
berpartisipasi.
3. Tidak
mudah menilai prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara
dikuantitas.
4. Pembuatan
keputusan membutuhkan waktu yang lama
5. Kecenderungan
karyawan bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja.
Membuat
Manajemen By Objectives (MBO) Efektif
Pengakuan terhadap kegunaan MBO terutama karena MBO
memberikan mekanisme penetapan tujuan dan evaluasi manajerial, serta integrasi
tujuan-tujuan pribadi dan organisasi.
Karena
banyak manajer akan menghadapi berbagai macam program penetapan tujuan dalam
organisasi, penting diperhatikan unsure-unsur yang diperlukan bagi keefektifan
MBO, yaitu:
1. Mendidik dan melatih manajer
Agar MBO sukses, manajer harus
memahaminya dan mempunyai keterampilan yang sesuai. Mereka harus dididik
tentang prosedur dan kebaikan-kebaikan system serta keterampilan-keterampilam
yang diperlukan, dan harus dibantu untuk memahami kegunaan MBO bagi organisasi
dan karir mereka. Bila manajer tetap menentang, program MBO akan gagal
2. Merumuskan tujuan secara jelas
Manajer dan bawahan harus dipuaskan
bahwa tujuan adalah realistic dan mudah dipahami, serta akan digunakan untuk
mengevaluasi prestasi. Organisasi mungkin perlu melatih para manajer dengan
keterampilan-keterampilan penetapan tujuan yang berguna dan terukur serta
mengkomunikasikan secara efektif
3. Menunjukan komitmen menajemen puncak secara kontinyu
Penerimaan dan antusiasme mula-mula
karyawan terhadap program MBO mungkin hilang dengan cepat kecuali manajemen
puncak melakukan usaha-usaha bersama untuk menjaga system tetap hidup dan
berfungsi sepenuhnya. Para manajer yang mengalami kesulitan untuk menetapkan
dan meninjau kembalitujuan mungkin kembali pada pendekatan yang lebih
traditional dan otokratik. Manajer-manajer puncak harus berhati-hati terhadap
kecenderungan ini dan memberikan dukungan secara kontinyu untuk menjaga program
sebagai bagian vital prosedur pengoperasian organisasi
4. Membuat umpan balik efektif
System
MBO tergantung pada para partisipan yang mengetahui posisi merka dalam
hubungannya dengan tujuan-tujuan. Penetapan tujuan bukan merupakan suatu
insentif yang memadai; peninjauan kembali tetap perlu
5. Mendorong partisipasi
Manajer harus menyadari bahwa
parisipasi bawahan dalam penetapan tujuan bersama dapat mengandung implikasi
pengalokasian kembali kekuasaan. Manajer harus bersedia melepaskan berbagai
pengawasan langsung terhadap bawahan dan mendorong bawahan untuk mengambil
peranan lebih aktif dalam perumusan dan pencapaian tujuan mereka sendiri
D.
Implentasi
MBO dalam pendidikan
Di Indonesia penerapan
Managemen by Objective atau manajement berbasis sasaran dapat kita lihat dala penerapan sistem
desentralisasi pendidikan, dimana kebijakan tidak semata mata bersifat top
down, tapi juga dengan buttom up. Konsep
manajemen berbasis sekolah merupakan satu bentuk MBO dimana kemudian sekolah
sebagai lembaga pendidikan di harapakan dapat melakukan pengelolaan pendidikan
secara otonomi, walaupun tetap mengacu pada krangka sasaaran atau standar yang
ditetapkan oleh pemerintah. Konsep peningkatan mutu berbasis sekolah (MBS)
membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yakni pertama :
kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada orang tua siswa, siswa dan
masyarakat. Kedua kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Pengelolaan organisasi yang kuat seyogyanya dapat memberikan peningkatan pada
kualitas hasil atau produk.
Manajemen berbasis sasaran
(MBO) memberikan ruang bagi organisasi lembaga sekolah untuk membangun kinerja
secara lebih inovatif dengan melibatkan seluruh komponen organisasi sekolah
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Dalam perusahaan langkah
yang diambil dalam mengimplemntasikan MBO adalah dengan menyusun target atau
tujuan jangka panjang perusahaan, apa sebenarnya yang menjadi target perusahaan
dalam waktu dekat, kemudian menyusun target yang ingin dicapai pada setiap bidang, misalnya target pada bidang penjualan
dsb. Demikian halnya dalam lembaga pendidikan, penerapan MBO memberikan ruang
pada tiap unit untuk membangun proses yang lebih bersinergi, menyusun target
atau sasaran yang lebih konkrit,
melakukan koordinasi yang lebih intensif. Misalnya pada bidang kurikulum menyusun
target sasaran seperti prosentase kelulusan yang ingin dicapai pada tahun
tertentu, kemudian bidang kesiswaan memiliki target prestasi yang diharapkan
pada tahun yang disebutkan, seperti meraih kejuaraan pada bidang
ekstrakulikuler yang ada di sekolah, begitu juga pada bidang sarana prasarana
dapat menyusun sasaran atau target pencapaian pada bidang sarana secara tepat
sasaran seperti terpenuhinya sarana dan prasarana belajar secara maksimal. Semua
komponen memiliki tanggung jawab terhadap peningkatan mutu dan kepuasan
pelanggan secara prima karenanya setiap unit dari komponen yang ada di sekolah
harus mampu menyusun sasaran kerja yang jelas sehingga dapat dievaluasi dengan
instrument yang tepat, dan pada akhirnya mutu dapat jelas terlihat bahkan dapat
meningkat setiap tahunnya.
Dengan otonomi yang
lebih kuat pada lembaga pendidikan dan penerapan MBO pada organisasi sekolah
maka tidak mustahil lembaga pendidikan yang lebih otonom dapat membangun
kemandirian yang lebih handal sehingga pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas dapat lebih di wujudkan. Namun hal ini bisa terwujud dengan
dukungan yang kuat dari bangunan sistem pendidikan yakni kebijakan pemerintah
terhadap pendidikan dan adanya partisispasi masyarakat sebagai
pengguna jasa pendidikan
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Total Quality Management merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, dan
lingkungannya.
2.
Kualitas bagi penyedia jasa pendidikan merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
3.
MBO mendorong setiap tingkatan manajemen
berkomitmen untuk partisipasi dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, begitupun dalam bidang pendidikan, setiap komponen didorong untuk
berkomitmen mancapai sasaran secara maksimal.
4.
Manajemen berbasis sasaran (MBO)
memberikan ruang bagi organisasi lembaga sekolah untuk membangun kinerja secara
lebih inovatif dengan melibatkan seluruh komponen organisasi sekolah untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.
B.
Saran
1.
Lembaga pendidikan (sekolah) dapat
membangun kualitas pendidikan yang lebih baik dengan berfokus pada peningkatan
kualitas atau mutulayanan pendidikan.
2.
Lembaga pendidikan (sekolah) dapat memberikan
pelayanan baik bagi pelanggan yakni siswa, orang tua, masyarakat maupun dunia
usaha dengan menerapkan Total Quality Management
3.
Penerapan manajemen berbasis sasaran (MBO)
pada lembaga pendidikan seperti skolah
dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi, karena setiap komponen bidang
memahami sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.
GROSARIUM
Continuous improvement : perbaikan secara terus menerus
Change Culture : Perubahan budaya
Drives : dorongan
Fundamental :
Mendasar
Goal :
tujuan
Keeping
Close To The Customer : mempertahankan hubungan dengan pelanggan
TQM : Total Quality Mangement, Manajemen Mutu Total
TQE : Total Quality Education, Mutu Total pendidikan
MBO : Management by Objective : manajemen berbasis
sasaran
Mutu : baik buruknya suatu benda, kadar, taraf atau
derajat.
Team Work :
Kerjasama Tim
Upside-down organization : perubahan organisasi
Quality assurance : standar mutu
DAFTAR
PUSTAKA
Chairunisa, Connie dan Pudjosumedi,
(2013) Menejemen Pendidikan,UHAMKA
PRESS, Jakarta
Departemen pendidikan Nasional, 2002, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Konsep Dasar, Jakarta : Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, Ditjend SLTP.
_______________________,2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka
http://herlianto89felix.blogspot.com/2010/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar dengan santun