11 Mei 2016

TQM dan MBO dalam meningkatkan kualitas pendidikan




MAKALAH



TQM DAN MBO DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDKAN
Oleh Eva Hartati




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tumbuh kembang suatu negara sangat tergantung pada peningkatan sumber daya manusianya. Negara yang memilIki sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu menjadi negara yang dapat berkembang dan mengalami kemajuan  yang luar biasa. Salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia yang dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan kerangka dasar pembentuk sumber daya manusia  dan watak bangsa (nation character building) untuk kemajuan masyarakat negara tersebut. Pendidikan  yang berkualitas harus memiliki mutu lulusan yang baik, karenanya sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memiliki kemampuan menghasilkan lulusan yang berkualitas agar dapat membangun negara secara lebih baik dan mencapai kemajuan yang diharapkan.
Dewasa ini upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak dan pendekatan. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia menyeluruh.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Karenanya kualitas atau mutu pendidikan merupakan kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses yang efektif.
Pendidikan di Indonesia, saat ini dihadapkan dengan berbagai masalah pendidikan antara lain ; tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Adanya perubahan dalam paradigma masyarakat mengenai norma, menipisnya kesadaran etika keguruan, semakin banyaknya kenakalan remaja mulai tingkat dasar hingga mahasiswa, dan banyak lagi permasalahan pendidikan yang memperlemah mutu pendidikan. Dan permasalahan yang membelit ini menjadi satu tantangan besar bagi dunia pendidikan untuk dapat memperbaiki kondisi menjadi lebih baik dan berkarakter. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mengantisifasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, maka tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk ikut membangun kebijakan yang efektif bagi dunia pendidikan sehingga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas yang dapat bersaing dalam dunia kerja  dan memiliki karakter yang baik serta  memiliki nilai kompetitif di dunia internasional.
Selain melalui kebijakan efektif pemerintah, upaya peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu layanan pendidikan pada tingkat sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan cara kebijakan managerial yakni menerapkan menejemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM).
Total Quality Management (TQM) sebenarnya berasal dari dunia bisnis dan khusunya dalam dunia perusahaan. oleh karena itu untuk memahami TQM harus merujuk pada dunia asalnya. Hal ini bukan berarti bahwa metode bisnis lebih unggul dari praktek pendidikan, atau bahwa dunia pendidikan dapat lebih ditingkatkan dengan mengadopsi istilah dari dunia bisnis. Penerapan TQM pada dunia pendidikan semata-mata menginginkan sebuah perubahan pada peningkatan mutu pendidikan, terutama pada mutu layanan pendidikan, karena muncul asumsi bahwa jika terjadi peningkatan pada mutu layanan pendidikan, maka akan dapat menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas dan akan melahirkan tingkat kepuasan bagi pelanggan yang cukup signifikan , dalam hal ini kepuasan pengguna jasa pendidikan. TQM dalam dunia pendidikan kemudian lebih dikenal dengan Total Quality Education (TQE). Upaya lain yang dapat menunjang tercapainya peningkatan  mutu atau kualitas pendidikan yang baik adalah dengan menerapkan Management by Objective (MBO) atau menejemen berbasis sasaran. Sehingga pendidikan sebagai dasar pembangunan sumber daya manusia dapat memberikan sumbangan besar bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.

B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi maslah sebagai berikut:
1.      Apakah kualitas pendidikan itu?
2.      Bagaimana upaya meningkatkan kualitas pendidikan?
3.      Faktor-faktor apa sajakan yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan?
4.      Apakah Total Quality Management dapat meningkatkan kualitas pendidikan?
5.      Apakah Total Quality Education itu?
6.      Bagaimana Management by Objective bisa meningkatkan kualitas pendidikan?

C.    Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka pada makalah ini masalah dibatasi pada peningkatan kualitas pendidikan melalui Total Quality Management (TQM) dan Management  by Objective  (MBO) atau menejemen berdasarkan sasaran.

D.    Perumusan Masalah
Masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
Apakah Total Quality Management (TQM) dan Management by Objective (MBO) dapat meningkatkan kualitas pendidikan?

E.     Kegunaan penulisan makalah
Kegunakan makalah yang ditulis ini adalah untuk :
1.   Pengembangan wawasan mahasiswa tentang Total Quality Management(TQM) dan Management by Objective (MBO)
2.   Bahan kajian pada Mata kuliah Menejemen Pendidikan
3.   Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Menejemen Pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Total Quality Management (TQM)
Pengertian TQM
Total Quality Management merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui penemuan partisipasi karyawan.(http://guruidman.blogspot.com) disini TQM merupakan mekanisme formal yang dilembagakan, yang bertujuan memecahkan persoalan dengan menekankan pada partisipasi dan kreativitas antar karyawan dalam sebuah organisasi.
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu.
TQM merupakan system manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. (Santosa, 1992)
TQM merupakan usaha terintegrasi total untuk mendapatkan manfaat kompetitif secara terus menerus memperbaiki budaya organisasional (Tobing 1990, dalam Andie, 2010).
Kovel Jarboe, Sherr & Gregory mengemukakan bahwa TQM adalah suatu filoshofi komprehensif tentang kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu, produktifitas dan mengurangi pembiayaan. (Coonie & Pudjosumedi, 2013;140) pada pengertian ini TQM tidak hanya mementingkan produk atau hasil tetapi lebih mementingkan pada proses. Sebuah produk atau hasil yang berkualitas merupakan hasil dari sebuah proses yang juga berkualitas. Karena itu proses menjadi penting guna memenuhi standar produk yang berkualitas.
Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N.Nasution, M.Sc, A.P.U. bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, dan lingkungannya. (http://ichwanfile.wordpress.com)
Mutu dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah baik dan buruk suatu benda; kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas, 2001: 768). Secara umum Mutu atau kualitas  adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam  memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7). Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu memberikan mutu layanan yang berkualitas yang sesuai atau bahkan melebihi harapan pelanggan, ada 4 dimensi mutu layanan dalam pendidikan menurut Connie dan Pudjosumedi (2013,h.202) yaitu :
1.      Dimensi Mutu Hasil Belajar : dapat dipandang sebagai dimensi keluaran atau output;
2.      Dimensi Mutu Pembelajaran : dipandang sebagai dimensi proses;
3.      Dimensi Pengelolaan : dipandang sebagai dimensi proses;
4.      Dimensi Materi pembelajaran merupakan dimensi masukan/input.
Mutu pendidika dapat dilihat dalam dua hal, yaini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Factor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodelogi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana serta sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah pada kurun waktu tertentu. Kualitas pendidikan harus direncakan sedemikain rupa oleh karena itu perlu manajemen yang baik sehingga mutu dapat melampai harapan pelanggan.

Sejarah TQM
Evolusi gerakan total quality management (TQM) dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh bapak manajemen ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920, dengan mengangkat aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan.
TQM semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.
Soewarso Hardjosoedarmo mengungkapkan; hingga kini masih banyak pembahasan tentang sejarah TQM yang hanya satu dimensional. Dalam hal ini banyak pembahasan yang hanya mengungkapkan pengalaman di Jepang pada awal-awal tahun sesudah PD II, di mana para guru bidang kualitas, Edwards Deming dan Joseph Juran mengajarkan teorinya guna membangun kembali industri Jepang, yang telah hancur. Ajaran tersebut disampaikan kepada perusahaan-perusahaan manufaktur Jepang. Ajaran para guru kualitas tersebut dapat dipandang sebagai landasan atau basic TQM.
Landasan TQM adalah statistical process control (SPC) yang merupakan model manajemen manufactur, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph Juran sesudah PD II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali infrastruktur negaranya. Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa TQM terus mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Oleh karen itu mengikuti ajaran Deming, Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan TQM memang perlu, tetapi belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi, maka untuk menghayati state-of-the-art TQM perlu diketahui juga kontribusi bidang manajemen dan organizational effectiveness dalam membangun TQM sebagai dimensi yang lain. Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut sebagai akar TQM, antara lain terdiri dari group dynamics, organization development (OD), sosiotechnical system dan lain-lain. TQM yang dikenal sekarang ini banyak berbeda tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang pada tahun 1950-an dan yang pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun 1980-an. Penerapan TQM di berbagai bidang membutuhkan kerangka sendiri dalam manajemen kualitas.

 Karakteristik TQM
Coonie dan PUdjosumedi (2013:142) menjelaskan karakteristik TQM adalah sebagai berikut :
1.      Selalu fokus pada pelanggan. Pelanggan yang dimaksud adalah bukan hanya pihak luar yang merupakan pembeli jasa atau produk dari organisasi tetapi juga pelanggan internal, yaitu orang yang berinteraksi pada layanan satu dengan layanan yang lain dalam organisasi.
2.      Perhatian pada kegiatan pengembangan secara berkelanjutan. TQM memiliki komitmen untuk tidak pernah puas dengan suatu kualitas. Kualitas yang diinginkan bukan hanya”baik” tetapi harus “sangat baik”. Organisasi memiliki filosifi bahwa kualitas selalu dapat dikembangkan.
3.      Focus pada proses. TQM memfokuskan pada proses kerja untuk menghasilkan barang dan jasa sehingga selalu harus dilakukan pengembangan secara berkelanjutan.
4.      Pengembangan mutu pada keseluruhan organisasi. TQM menggunakan definisi mutu yang sangat luas. Tidak hanya berkaitan dengan produk dan layanan akhir, tetapi juga bagaimana organisasi melakukan proses pengiriman, banyaknya komplain, dan bagaimana menangani komplain dengan sopan.
5.      Pengukuran yang akurat. TQM mengunakan teknik statistic untuk mengukur setiap variable penting dalam kegiatan organisasi. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan membandingkan dengan standar yang berbeda atau melalui kegiatan benchmark untuk mengidentifikasi masalah, menelusuri akar masalah, dan menghilangkan penyebab dari masalah tersebut.
6.      Pemeberdayaan sumber daya manusia. TQM menempatkan manusia sebagai sesuatu yang harus dikembangkan dalam kaitan untuk menemukan dan menyelesaikan masalah  dalam organisasi.
Ruslan Fariadi dalam tulisannya “total Quality Management dan implentasinya dalam bidang pendidkan “, mengutip Goetsch dan Davis mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:
1.  Fokus Pada Pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2.  Obsesi Terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3.  Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4.  Komitmen jangka Panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5.  Kerja sama Team (Teamwork)
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6.  Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
7.  Pendidikan dan Pelatihan
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
8.  Kebebasan Yang Terkendali
Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
9.  Kesatuan Tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti. (http://aaden.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html)
Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk.
2.      Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
3.      Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
4.      Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi. (http://ichwanfile.wrdpress.com)

Lebih lanjut Bill Creech (1996), menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.

Kelima pilar tersebut saling mendukung, tidak berdiri sendiri sendiri atau terpisah, Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1)      Kepuasan pelanggan.
2)      Respek terhadap setiap orang.
3)      Manajemen berdasarkan fakta.
4)      Perbaikan berkesinambungan

 Manfaat Program TQM
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh ketika sebuah lembaga pendidikan menjalankan program dengan TQM, manfaat tersebut dapat dilihat antara lain :
1.      TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.
v  Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
1)      Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2)      Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3)      Kepuasan pelanggan terjamin.
v  Manfaat TQM bagi institusi adalah:
1)      Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2)      Staf lebih termotivasi
3)      Produktifitas meningkat
4)      Biaya turun
5)      Produk cacat berkurang
6)      Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
v  Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
1)      Pemberdayaan
2)      Lebih terlatih dan berkemampuan
3)      Lebih dihargai dan diakui
2.   Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
1)      Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut  (follower)
2)      Membantu terciptanya tim work
3)      Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4)      Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5)      Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah

Persyaratan Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1)      Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2)      Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3)      Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4)      Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5)      Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6)      Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7)      Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8)      Merencanakan mutasi program TQM.

B.     Total Quality Management (TQM) dalam Pendidikan
TQM pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis namun kemudian juga digunkan dalam dunia pendidikan. Penerapan TQM dalam dunia pendidikan adalah hal yang baik dan TQM dalam dunia pendidikan sering diistilahkan dengan Total Quality Education (TQE). Secara filosofi, konsep TQM menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan dan berkelanjutan sehingga proses menjadi hal yang juga penting selain produk.
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Dunia pendidikan sebagai dunia layanan jasa, menuntut pelayanan prima terhadap pelanggan, oleh karenanya tuntutan inovasi secara terus menerus menjadi hal yang perlu selalu dilakukan. Pelanggan dalam hal ini adalah : 1) pelanggan internal seperti guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi. 2) pelanggan eksternal yang terdiri atas : pelanggan primer yakni siswa dan pelanggan sekunder yakni orang tua, pemerintah dan masyarakat, serta pelanggan tertier yakni pemakai/penerima lulusan baik di perguruan tinggi maupun dunia usaha.
Isntitusi pendidikan sebagai isntitusi jasa dalam menerapkan TQM harus menjamin kualitas atau mutu. Mutu sebagai produk institusi pendidikan didasarkan pada tuntutan kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa, dan ini dibedakan menjadi dua. Pertama mutu yang sesungguhnya (quality in fact) yaitu mutu lulusan inatitusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan berdasarkan kemampuan dasar dan kemampuan akademik. Kedua, mutu persepsi (quality in perception) yaitu mutu berdasarkan kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan external terhadap institusi pendidikan.
Kualitas dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah setiap semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun bahkan 10 tahun) dapat berupa hasil tes kemampuan akademik misalnya hasil UN. Kualitas bagi penyedia jasa pendidikan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungn yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas bagi pendidikan mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan, dalam konteks proses, pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitf, afektif dan psikomotor), metodologi ( cara/strategi mengajar guru), dukungan administrasi dan sarana sekolah dan sumber daya serta penciptaan suasana yg kondusif. Dengan adanya management sekolah,  dukungan kelas berfungsi mengsinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilakan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memiliki prestasi akademik dan non akademik yang mampu menjadi pelopor pembaharuan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Berdasarkan ideal diatas Yohanes dkk, 2012 dalam tulisannya menyebutkan bahwa prinsip Mutu Total Pendidikan (TQE) adalah sebagai berikut :
a.       Komitmen manageman total. Pada bagian ini langkah yang diperhatikan adalah menentukan apa yang diharapkan oleh pelanggan, lalu menjelaskan dan mencatat setiap kebutuhan ke dalam critera operasi bagi setiap orang yang terkena dampak.
b.      Selalu mengutamakan pelanggan. Untuk setiap kelas digunakan gambar lintasan kritis untuk mengindikasikan aktivitas dan sasaran penampilan bagi harapan pelanggan internal dan eksternal. Harapan tersebut harus diajarkan kepada semua personel mengenai gambar lintasan kritis. Tiap orang yang terlibat yaitu orang tua, murid, guru dan pembantu sekolah, harus memenuhi 100% dari harapan.
c.       Komitmen tim kerja, artinya tiap orang akan mengetahui apa, bagaimana,kapan, siapa dan dimana pengukuran, pencatatan dilakukan.
d.      Komitmen terhadap kepemimpinan dan management diri, yang termasuk dalam prinsip ini adalah mengumpulkan dan membagikan serta menunjukkan hasil ukuran yang menunjukkan trend dalam penampilan.
e.       Komitmen terhadap peningkatan yang berkesinambungan, hal ini dapat dicapai melalui pelibatan mereka yang dapat membantu mengidentifikasi masalah dan menjadi bagian dari solusi ke dalam anggota tim.
f.       Komitmen terhadap keyakinan pada potensi individu dan tim, untuk mencapai prinsip ini maka dilakukan audit sebgai tindak lanjut untuk menjamin penerapan solusi yang benar. Audit harus memverifikasi efektivitas dari solusi dan dokumen yang masalahnya telah dipecahkan.
g.      Komitmen terhadap mutu, yakni komitmen mutu menjadi perhatian pemimpin yang harus memandang semua kegiatan, bukan hanya mereka yang mempunyai masalah mutu, sehingga system menerima perhatian dan usaha yang tetap.
Hamka dalam tulisannya “TQM dalam dunia pendidikan” menuliskan lima hal pokok yang perlu diperhatikan institusi pendidikan dalam mengimplemntasikan TQM dan TQE, yaitu :
1.      Perbaikan secara terus menerus (Continuous improvement)
Pengelola institusi atau lembaga pendidikan dituntut untuk terus melakukan perbaikan dan inovasi bagi lembaganya sehingga dapat menjamin standat mutu sesuai dengan yang ditetapkan. Perbaikan dan inovasi yang dilakukan tidak hanya berpokus pada perbaikan produk tetapi perbaikan pada proses, karena melalui proses yang berkualitas akan menghasilkan produk yang berkualitas.
2.      Standar mutu (Quality assurance)
Standat mutu yang dimaksud adalah standar mutu dari komponen yang bekerja dalam proses transformasi lulusan institusi. Standar mutu tersebut berupa kepemilikan kemmapuan dasar sesuai bidang pembelajaran dan jenjang yang ditempuh. Pihak sekolah atau menegemen sekolah harus menetapkan standar prose pembeljaran dengan standar penilaian sesuai materi kurikulum. Sebagai contoh penetapan KKM padasetiap mata pelajaran untuk memudahakan evaluasi.
3.      Perubahan kultur (Change Culture)
Peningkatan mutu sebagai sasaran harus diinginkan oleh semua komponen organisasi. Sehingga perlu membangun kultur yang baik dalam menjalankan menejemen organisasi. Pembentukan budaya organisasi yang kuat akan mampu membentuk suasana yang nyaman guna mendorong pembentukan kualitas bekerja yang professional. Dalam kultur TQM peranan menejer dalam institusi pendidikan memberikan dukungan kepada para staff, guru dan semua komponen sekolah untuk dapat membrikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan.
4.      Perubahan organisasi (Upside-down organization)
Jika visi dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dan kepegawaian dalam organisasi, yang menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab.
5.      Mempertahankan Hubungan Dengan Pelanggan (Keeping Close To The Customer)
Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit Public Relation.
      TQE dapat dipahami sebagai management mutu total pendidikan, seperti halnya pada produksi mutu total yang berarti mutu total produksi. Mutu total pendidikan (TQE) di dalam konsep ini berarti keadaan dimana setiap orang merasa terkait untuk memenuhi atau bahkan melampaui harapan pelanggan pendidikan.
Pada dasarsnya upaya peningkatan mutu pendidikan telah lama diangkat oleh pemerintah sebagai salah satu kebijaksanaan pembangunan pendidikan, dengan membuat empat kebijakan strategis yang terdiri atas perluasan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan menejemen terpadu dalam dunia pendidikan antara lain adalah : institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industry jasa,  institusi ini memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang bermutu dan memberikan kepuasan kepada mereka. Maka pada saat itulah dibutuhkan suatu system management yang mampu memberdayakan institusi agar lebih bermutu.
Penerapan TQM dalam pendidikan tidak serta merta mudah dilaksanakan, tetapi membutuhkan waktu. TQM seperti yang diuraikan diatas membutuhkan perbaikan pada proses yang secara kontinyu dilakukan sehingga TQM merupakan peubahan budaya, yang perlu mendapat dukungan dari semua komponen organisasi. Membangun kualitas atau mutu pendidikan dibutuhkan kepercayaan, niat yang baik dan kerja keras dari semua pihak, jika semua dapat dilakukan berarti satu langkah inovasi telah dimulai untuk perubahan yang lebih baik.

C.    Management by Objective (MBO)
Manajemen sesuai objektif (MBO) adalah suatu proses persetujuan terhadap objektif di dalam satu organisasi sehingga manajemen dan karyawan menyetujui objektif ini dan memahami apa posisi mereka di dalam organisasi tersebut.(http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen)
Menurut Drucker, manajemen by ojectives berbeda dengan manajemen by drives (dorongan ). Manajemen by drives digunakan uuntuk menggambarkan tanggapan-tanggapan organisasi terhadap berbagau tekanan keuangan atau pasar baru dengan “dorongan ekonomi” atau “dorongan produksi”. Dalam praktek, hal ini menghasilkan ketidak-efisienan yang lebih besar dan meningkatnya ketidak-puasan.
Dalam MBO perencanaan efektif tergantung pada penentuan tujuan setiap manajer yang diterapkan terutama sebagai fungsinya dalam organisasi. Setiap tujuan manajer juga harus menyumbang kepada tujuan manajemen yang lebih tinggi dan perusahaan sebagai keseluruhan.
Drucker mengemukakan setiap manajer harus menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri atau paling tidak ikut dalam proses penetapan tujuan. Para manajer setiap tingkatan seharusnya berpartisipasi dalam penetapan tujuan pada tingkat lebih tinggi. Dengan cara ini, para manajer akan memahami lebih baik tujuan-tujuan perusahaan yang lebih luas dan hubungan tujuan khusus mereka sendiri dengan gambaran perusahaan keseluruhan.
Menurut Drucker, hubungan antara setiap tujuan individual dengan tujuan umum adalah sangat penting, karena vmaksud utama penerapan MBO adalah untuk mencapai efesiensi operasi seluruh organisasi melalui operasi melalui operasi yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
Sukses penerapan MBO terutama didasarkan atas dua hipotesa. Pertama, bila seseorang melekat secara kuat pada suatu tujuan, dia akan bersedia mengeluarkan usaha lebih untuk meraihnya disbanding bila seserang tidak merasa terikat. Hipotesa kedua adalah bahwa kapan saja seseorang memperkirakan sesuatu akan terjadi, dia akan melakukan apa saja untuk membuatnya terjadi. Hipotesa-hipotesa ini menjelaskan mengapa metoda MBO mempunyai sukses dalam praktek manajemen. Beberapa teori motivasi dan kepemimpinan, seperti kebutuhan aktualisasi diri Maslow, Teori Y Mc Gregor, factor-faktor motivasi Herzberg, dan kebutuhan berprestasi Mc Clelland, juga mendasari sukses penerapan MBO.
    MBO juga didasarkan konsep bahwa orang lebih menyukai dinilai menurut criteria realistic yang mereka terima dan standar yang mereka pandang dapat dicapai. Atas dasar metoda ini, orang-orang berpartisipasi dalam penentuan tujuan dan identifikasi criteria yang digunakan untuk menilai mereka. Berbagai tujuan dapat diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif ( seperti  volume produksi atau penjualan, biaya atau laba ), sedangkan tujuan-tujuan lain dinilai secara kualitatif (seperti hubungan langganan, rencana permasaran, atau pengembangan karyawan) (http://herlianto89felix.blogspot.com/2010/10/)
Stephen P. Robbins dalam perilaku Organisasi : MBO menekankan pada penetapan sasaran secara partisifatif yang berwujud dapat diperiksa kebenarannya, dan dapat diukur, atau dapat juga dikatakan MBO ini merupakan program yang mencakup sasaran yang khas yang ditentukan secara partisipatif untuk ukuran waktu tertentu yang eksplisit dengan umpan balik mengenai kemajuan-kemajuan sasaran (bahan kuliah abdul madjid).
Management by Objective ( MBO ) digagas pertama kali oleh Peter F.Drucker yang merupakan profesor, praktisi konsultan manajemen dari Claremont Graduate University atau sekarang dikenal dengan nama Peter F.Drucker and Masatoshi Uto Graduate School of Management. MBO digagas pada tahun 1954, dengan tujuan agar para perusahaan dapat berjalan baik harus menetapkan sasaran yang jelas dan secara terpadu agar goal atau tujuan dapat tercapai secara efektif. MBO mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen untuk partisipasi dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan MBO ini harus ada kesepakatan antara karyawan dan pimpinan, agar mereka melaksanakan dan memiliki komitmen yang sama, yaitu :
 Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan.
 Perencanaan yang akan dilakukan setiap divisi, untuk mendukung tujuan bersama.
 Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan.
 Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
Connie dan pudjosumedi (2013,h153) menyatakan bahwa Managemen by objective (MBO) adalah suatu cara di dalam mencapai sasaran hasil maupun merencanakan program melibatkan semua pihak (stakeholders) pada lembaga yang berangkutan.
            Untuk mencapai keberhasilan dalam MBO, dibutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak internal di perusahaan.Pimpinan dan karyawan di dalam perusahaan harus memiliki kesepakatan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik, dimana dicapai melalui proses perencanaan dan implementasi, serta melalui pengawasan bersama dan terintegrasi.

Unsur-unsur MBO
unsur-unsur umum yang selalu ada dalam berbagai system MBO yang efektif:
1.      Komitmen pada program
Program MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer di setiap tingkatan organisasi terhadap pencapaian tujuan-tujuan pribadi dan organisasi, sertaproses MBO. Banyak waktu dan energy diperlukan untuk mengimplementasikan program MBO dengan sukses. Manajer pertama kali harus bertemu dengan bawahan untuk menetapkan tujuan dan kemudian untuk menilai kemajuan berdasarkan tujuan dan kemudian untuk menilai kemajuan berdasarkan tujuan tersebut.
2.      Penetapan tujuan manajemen puncak
Program-program perencanaan efektif biasanya mulai dengan para manajer puncak, yang menetapakan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi lainnya. Tujuan harus dinyatakan dalam bentuk atau dengan istilah tertentu yang dapat diukur, misal “menaikkan penjualan sebesar 5% kuartal yang akan datang”, “tidak ada kenaikan biaya overhead tahun ini”, dan sebagainya. Dengan cara ini manajer dan bawahan akan mempunyai gagasan yang jelas tentang apa yang diharapkan manajemen puncak untuk dicapai dan merekadapat melihat hubungan langsung kerjamereka dengan pencapaian tujuan organisasi.
3.      Tujuan-tujuan perseorangan
Dalam suatu program MBO efektif,setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksud penetapan tujuan pada setiap tingkatan adalah untuk membantu para karyawan memahami secara jelas apa yang diharapkan agar tercapai. Ini membantu setiap individu merencanakan secara efektif untuk mencapai tujuannya yang ditetapkan sendiri.
Tujuan sendiri individu harus ditetapkan dengan konsultasi anta individu dan atasannya. Konsultasi bersama ini akan membantu manajer mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih realistic dan membantu bawahan memperluas pandangan mereka tentang tujuan yang lebih tinggi.
4.      Partisipasi
Derajat partisipasi bawahan dalam penentapan tujuan dapat sangat bervariasi. Pada satu sisi ekstrim, bawahan mungkin berpartisipasi hanya dengan kehadirannya ketika tujuan ditetapkan oleh manajemen. Pada sisi ekstrim lain, bawahan mungkin sangat bebas untuk menetapkan tujuan mereka sendiri dan metoda pencapaiannya. Kedua ekstrim ini cenderung tidak efektif. Manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa pengetahuan penuh tentang batasan-batasan dalam praktek dimana bawahan harus beroperasi; bawahan mungkin memilih tujuan yang tidak konsisten dengan tujuan organisasi. Sebagai pedoman umum, semakin besar kemungkinan tujuan akan tercapai.
5.      Otonomi dalam implemantasi rencana
Setelah tujuan ditetapkan dan disetujui, individu mempunyai keleluasan dalam pemilihan peralatan untuk pencapaian tujuan. Dangan batasan-batasan normal kebijaksanaan organisasi, manajer harus bebas untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program-program pencapaian tujuan-tujuan mereka tanpa campur tangan atasannya langsung. Aspek program MBO ini secara khusus dihargaioleh manajer.
6.      Peninjauan kembali prestasi
Manajer dan bawahan secara periodek bertemu untuk meninjau kembali kemajuan terhadap tujuan. Selama peninjauan kembali, merela memutuskan apakah ada masalah-masalah dan bila ada, apa yang dapat kerjakan untuk memecahkannya. Bila diperlukan, tujuan juga dapat dirubah.

Proses MBO 

1.      Atasan dan bawahan berdiskusi dan membicarakan tanggung jawab penting jabatan atasan  
2.       Atasan dan bawahan berdiskusi dan mencapai persetujuan tentang komponen-komponen kunci efektifitas jabatan bawahan
3.       Atasan dan bawahan menyetujui tujuan-tujuan pelaksanaan tertentu yang dapat diukur untuk bawahan
4.       Atasan dan bawahan bertemu secara periodic untuk bersama-sama mengevaluasi kemajuan bawahan
5.      Atasan dan bawahan bertemu untuk meninjau kembali tingkat prestasi bawahan keseluruhan (peninjauan kembali tahunan atau setengah tahunan), kembali ke (1)

Tahapan-tahapan MBO
Dalam pelaksanaan MBO,  di butuhkan tahapan-tahapan sebagai berikut :
·         Tahap Persiapan, dimana menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan.
·         Tahap Penyusunan, dimana menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh perusahaan. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
·         Tahap Pelaksanaan, dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
·         Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, dimana bertujuan tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik ( Renstra ) melalui kegiatan keseluruhan dalam perusahaan.

Prinsip-prinsip MBO
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penerapan MBO yaitu :
1)         Menetapkan tujuan organisasi
2)         Tujuan spesipik untuk setiap anggota
3)         Partisipatif dalam pengambilan keputusan
4)         Jangka waktu yang jelas dan tegas

Tujuan MBO
Tujuan penerapan MBO adalah sebagai berikut :
1.      Menciptakan sinergi mulai dari struktur organisasi terbawah hingga teratas untuk mencapai target perusahaan. (Company Strategic Goal). Mekanisme penetapan objective dan Goal melalui persetujuan apparaiser secara bertingkat dari struktur bawahan sampai atas.
2.      Memperbesar tingkat validitas penilaian, yang akan meminimalkan bias penilaian dan meningkatkan fairness (rasa keadilan)
3.      Monitoring kinerja individu menjadi lebih efektiv
4.      Kontribusi individu terhadap pencapaian target dalam suatu bagian lebih terukur, sehingga perencanaan pengembangan SDM lebih detail, akurat, dan spesipik.
5.      Meningkatkan kepercayaan karyawan terhadap Management
6.      Memberikan kejelasan jenjang karir & kompetisi antar karyawan untuk menjadi yang terbaik
7.      Meningkatkan produktifitas pekerja
8.      Meningkatkan kinerja organisasi perusahaan
9.      Meningkatkan daya saing perusahaan
10.  Meningkatkan profit margin perusahaan
11.  Alat yang efektif untuk melakukan Revolusi (perubahan dengan relative cepat dan memaksa) Struktural, menatal dan Budaya kerja karyawan.

            Apa yang menjadi tujuan manajemen, keadaan MBO bergantung pada definisi setiap karyawan untuk membandingkan secara langsung dengan kinerja mereka terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Karyawan menerima masukan yang kuat untuk mengidentifikasi tujuan mereka, waktu untuk menyelesaikan tugas dengan tepat dan lain-lain. Penilaian kinerja diukur dengan: efisiensi, efektivitas, kemanfaatan program dan keberlanjutan program atau kegiatan.
            Karyawan dapat menyususn rencana kerja sesuai dengan tujuan yang telah mereka tetapkan, dalam penyusunan rencana, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
·            Apa yang akan di kerjakan ? ( What ), tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan agar tercapainya sasaran.
·            Dimana kegiatan akan dilakukan ? ( Where ), perlu dipertimbangkan tempat pelaksanaan kegiatan yang dapat mendukung kegiatan perencanaan tersebut.
·            Kapan waktu yang tepat untuk melaksanakannya ? ( When ), dimana kemampuan untuk mengatur, memilih dan memanfaatkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana dan eksekusi rencana tersebut.
·            Bagaimana, rencana tersebut dilaksanakan ? ( How ), dengan metoda apa pelaksanaan rencana ini akan di eksekusi.
·            Siapa yang menjadi sasaran ? ( Who ), menentukan siapa sasaran dan siapa orang yang berkompeten untuk melaksanakan rencana tersebut.
·            Mengapa ini dilakukan ? ( Why ), merupakan jawaban dari seluruh pertanyaan What, Where, When, How dan Who. Berusaha melihat, apakah rencana-rencana tersbut apakah memiliki kelemahan.

Penerapan Manajemen by Objective memiliki keuntungan antara lain :
1.      Program MBO terus menekankan apa yang harus dilakukan dala suatu oraganisasi, untuk mencapai tujuan organisasi
2.      Proses MBO mengamankan komitmen karyawan untuk mencapai tujuan organisasi
3.      Motivasi melibatkan karyawan dalam proses penetapan tujuan seluruh karyawan dan meningkatkan pemberdayaan meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan komitmen
4.      Komunikasi yang lebih baik dan koordinasi sering melakukan ulasan antara atasan dan bawahan untuk membantu manjaga hubungan harmonis dalam perusahaan juga memecahkan masalah yang dihadapi selama periode tersebut.

Penerapan MBO juga memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain :
Connie danPudjosumedi (2013;h.155) menyatakan kekuatan dari Manajemen by Objective adalah sebagai berikut :
1.      MBO melakukan integrasi fungsi perencanaan dan pengawasan kedalam suatu system yang rasional dalam manajemen.
2.      MBO mendorong organisasi untuk menentukan tujuan tingkatan atas hingga tingkatan bawah dari manajemen.
3.      MBO memfokuskan pada hasil akhir
4.      MBO mendorong adanya manajemen diri dan komitmen dari setiap orang melalui partisipasi pada setiap tingkatan manajemen dalam penentuan tujuan
5.      Memperbaiki komunikasi antara manajer dan bawahan
6.      Membuat para individu lebih memusatkan perhatiannya pada tugas masing-masing dan tujuan organisasi
7.      Pengawasan lebih efektif berkembang



Adapun kelemahan dari Managemen by Objective adalah :
1.      Tidak mudah menenamkan tentang konsep-konsep dan pemberian motivasi kepada bawahan untuk mempelajari penggunaan teknik MBO secara tepat
2.      Tidak mudah mentukan tujuan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk berpartisipasi.
3.      Tidak mudah menilai prestasi kerja, karena tidak setiap prestasi dapat diukur secara dikuantitas.
4.      Pembuatan keputusan membutuhkan waktu yang lama
5.      Kecenderungan karyawan bekerja memenuhi sasaran tanpa memperdulikan rekan kerja.

Membuat Manajemen By Objectives (MBO) Efektif
Pengakuan terhadap kegunaan MBO terutama karena MBO memberikan mekanisme penetapan tujuan dan evaluasi manajerial, serta integrasi tujuan-tujuan pribadi dan organisasi.
Karena banyak manajer akan menghadapi berbagai macam program penetapan tujuan dalam organisasi, penting diperhatikan unsure-unsur yang diperlukan bagi keefektifan MBO, yaitu:
1.     Mendidik dan melatih manajer
Agar MBO sukses, manajer harus memahaminya dan mempunyai keterampilan yang sesuai. Mereka harus dididik tentang prosedur dan kebaikan-kebaikan system serta keterampilan-keterampilam yang diperlukan, dan harus dibantu untuk memahami kegunaan MBO bagi organisasi dan karir mereka. Bila manajer tetap menentang, program MBO akan gagal
2.      Merumuskan tujuan secara jelas
Manajer dan bawahan harus dipuaskan bahwa tujuan adalah realistic dan mudah dipahami, serta akan digunakan untuk mengevaluasi prestasi. Organisasi mungkin perlu melatih para manajer dengan keterampilan-keterampilan penetapan tujuan yang berguna dan terukur serta mengkomunikasikan secara efektif
3.       Menunjukan komitmen menajemen puncak secara kontinyu
Penerimaan dan antusiasme mula-mula karyawan terhadap program MBO mungkin hilang dengan cepat kecuali manajemen puncak melakukan usaha-usaha bersama untuk menjaga system tetap hidup dan berfungsi sepenuhnya. Para manajer yang mengalami kesulitan untuk menetapkan dan meninjau kembalitujuan mungkin kembali pada pendekatan yang lebih traditional dan otokratik. Manajer-manajer puncak harus berhati-hati terhadap kecenderungan ini dan memberikan dukungan secara kontinyu untuk menjaga program sebagai bagian vital prosedur pengoperasian organisasi
4.       Membuat umpan balik efektif
System MBO tergantung pada para partisipan yang mengetahui posisi merka dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan. Penetapan tujuan bukan merupakan suatu insentif yang memadai; peninjauan kembali tetap perlu
5.      Mendorong partisipasi
Manajer harus menyadari bahwa parisipasi bawahan dalam penetapan tujuan bersama dapat mengandung implikasi pengalokasian kembali kekuasaan. Manajer harus bersedia melepaskan berbagai pengawasan langsung terhadap bawahan dan mendorong bawahan untuk mengambil peranan lebih aktif dalam perumusan dan pencapaian tujuan mereka sendiri

D.    Implentasi MBO dalam pendidikan
Di Indonesia penerapan Managemen by Objective atau manajement berbasis sasaran  dapat kita lihat dala penerapan sistem desentralisasi pendidikan, dimana kebijakan tidak semata mata bersifat top down, tapi juga dengan buttom up.  Konsep manajemen berbasis sekolah merupakan satu bentuk MBO dimana kemudian sekolah sebagai lembaga pendidikan di harapakan dapat melakukan pengelolaan pendidikan secara otonomi, walaupun tetap mengacu pada krangka sasaaran atau standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Konsep peningkatan mutu berbasis sekolah (MBS) membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yakni pertama : kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada orang tua siswa, siswa dan masyarakat. Kedua kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi. Pengelolaan organisasi yang kuat seyogyanya dapat memberikan peningkatan pada kualitas hasil atau produk.
            Manajemen berbasis sasaran (MBO) memberikan ruang bagi organisasi lembaga sekolah untuk membangun kinerja secara lebih inovatif dengan melibatkan seluruh komponen organisasi sekolah untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Dalam perusahaan langkah yang diambil dalam mengimplemntasikan MBO adalah dengan menyusun target atau tujuan jangka panjang perusahaan, apa sebenarnya yang menjadi target perusahaan dalam waktu dekat, kemudian menyusun target yang ingin dicapai pada setiap  bidang, misalnya target pada bidang penjualan dsb. Demikian halnya dalam lembaga pendidikan, penerapan MBO memberikan ruang pada tiap unit untuk membangun proses yang lebih bersinergi, menyusun target atau sasaran  yang lebih konkrit, melakukan koordinasi yang lebih intensif. Misalnya pada bidang kurikulum menyusun target sasaran seperti prosentase kelulusan yang ingin dicapai pada tahun tertentu, kemudian bidang kesiswaan memiliki target prestasi yang diharapkan pada tahun yang disebutkan, seperti meraih kejuaraan pada bidang ekstrakulikuler yang ada di sekolah, begitu juga pada bidang sarana prasarana dapat menyusun sasaran atau target pencapaian pada bidang sarana secara tepat sasaran seperti terpenuhinya sarana dan prasarana belajar secara maksimal. Semua komponen memiliki tanggung jawab terhadap peningkatan mutu dan kepuasan pelanggan secara prima karenanya setiap unit dari komponen yang ada di sekolah harus mampu menyusun sasaran kerja yang jelas sehingga dapat dievaluasi dengan instrument yang tepat, dan pada akhirnya mutu dapat jelas terlihat bahkan dapat meningkat setiap tahunnya.
Dengan otonomi yang lebih kuat pada lembaga pendidikan dan penerapan MBO pada organisasi sekolah maka tidak mustahil lembaga pendidikan yang lebih otonom dapat membangun kemandirian yang lebih handal sehingga pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat lebih di wujudkan. Namun hal ini bisa terwujud dengan dukungan yang kuat dari bangunan sistem pendidikan yakni kebijakan pemerintah terhadap pendidikan  dan  adanya partisispasi masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan


 BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, dan lingkungannya.
2.      Kualitas bagi penyedia jasa pendidikan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
3.      MBO mendorong setiap tingkatan manajemen berkomitmen untuk partisipasi dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan, begitupun dalam bidang pendidikan, setiap komponen didorong untuk berkomitmen mancapai sasaran secara maksimal.
4.      Manajemen berbasis sasaran (MBO) memberikan ruang bagi organisasi lembaga sekolah untuk membangun kinerja secara lebih inovatif dengan melibatkan seluruh komponen organisasi sekolah untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.

B.     Saran
1.      Lembaga pendidikan (sekolah) dapat membangun kualitas pendidikan yang lebih baik dengan berfokus pada peningkatan kualitas atau mutulayanan pendidikan.
2.      Lembaga pendidikan (sekolah) dapat memberikan pelayanan baik bagi pelanggan yakni siswa, orang tua, masyarakat maupun dunia usaha dengan menerapkan Total Quality Management
3.      Penerapan manajemen berbasis sasaran (MBO) pada lembaga pendidikan  seperti skolah dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi, karena setiap komponen bidang memahami sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.


GROSARIUM

Continuous improvement        : perbaikan secara terus menerus
Change Culture                       : Perubahan budaya
Drives                                      : dorongan
Fundamental                           : Mendasar
Goal                                        :  tujuan
Keeping Close To The Customer : mempertahankan hubungan dengan pelanggan
TQM                                        : Total Quality Mangement, Manajemen Mutu Total
TQE                                        :  Total Quality Education,  Mutu Total pendidikan
MBO                                       :  Management by Objective : manajemen berbasis sasaran
Mutu                                       :  baik buruknya suatu benda, kadar, taraf atau derajat.
Team Work                             : Kerjasama Tim
Upside-down organization     : perubahan organisasi
Quality assurance                    : standar mutu




DAFTAR PUSTAKA

Chairunisa, Connie dan Pudjosumedi, (2013) Menejemen Pendidikan,UHAMKA PRESS, Jakarta
Departemen pendidikan Nasional, 2002, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Konsep Dasar, Jakarta : Ditjend Pendidikan Dasar  dan Menengah, Ditjend SLTP.
_______________________,2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka
http://herlianto89felix.blogspot.com/2010/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar dengan santun

  Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin. Tugas 3.1.a.8.1 Blog Rangkuman Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Fasil...